9 Komponen Gastronomi dan Nona-Helix "Salapan Cinyusu"



Pariwisata dan Gastronomi Nusantara

Ilmu pariwisata bersifat multidisiplin, artinya ilmu ini tidak mungkin berdiri sendiri dan harus melibatkan berbagai disiplin lain seperti sejarah, sosiologi, antropologi, etnografi, ekonomi, manajemen, budaya, seni, teknologi, dan bahkan politik dalam arti luas (sebagaimana juga halnya ilmu-ilmu lainnya, yang tidak bisa sepenuhnya berdiri sendiri). Pendekatan multidisiplin itu memungkinkan ilmu pariwisata menjadi sangat luas dan taksonominya tumbuh pesat. Sedangkan menurut Brillat-Savarin (1994, hlm.52) menyatakan: 

  1. Wisata gastronomi adalah cara untuk melakukan pelestarian kebudayaan melalui pelestarian yang dilakukan oleh manusia melalui makanan; 
  2. Objeknya adalah memberikan bimbingan, menurut prinsip-prinsip tertentu, untuk semua orang yang mencari, menyediakan, atau menyiapkan makanan; 
  3. Wisata gastronomi memberikan kekuatan ekonomi bagi petani, peternak, nelayan, industri yang terkait dengan penyediaan jasa makanan.

Potensi wisata gastronomi menurut Dewi Turgarini (2015) harus merupakan budaya unggulan yang memiliki :

  1. Sifat khas dan beridentitas
  2. Beretos kreatis dan mendifusikan kreatifitas
  3. Bernilai tambah ekonomi. teknologi dan budaya
  4. Bermutu tinggi

Pengertian wisata gastronomi menurut Turgarini (2018, hlm.18-20) adalah aktivitas yang bukan hanya fokus terhadap seni kuliner atau cara masak memasak semata, namun juga pada perilaku manusia termasuk memilih bahan baku, kemudian mencicipi, merasakan, menghidangkan masakan dan mengalami pengalaman mengkonsumsi serta mencari, mempelajari, meneliti dan menulis tentang pangan dan segala hal yang berkaitan dengan etika, etiket dan gizi manusia di setiap bangsa dan Negara. (Ningsih & Turgarini, 2020)

Komponen Daya Tarik Wisata Gastronomi diantaranya :

  1. Daya Tarik (kelangkaan, keindahan, keutuhan, keunikan)
  2. Aksesibilitas (keterjangkauan, Informasi, fasilitas, harga, kecukupan)
  3. Akomodasi (Pelayanan, Kemudahan akses informasi, harga)
  4. Amenitas (Kebersihan, kenyamanan, kecukupan)
  5. Pelibatan Masyarakat (Partisipasi dan Multiefect)

9 Komponen Gastronomi

Komponen-komponen dalam gastronomi dihimpun menjadi satu kesatuan menurut Turgarini (2018 :18) terdapat sembilan unsur komponen gastronomi yang saling berkaitan yaitu: (1) masak memasak/kuliner, (2) bahan baku, (3) mencicipi, (4) menghidangkan, (5) belajar, meneliti dan menulis makanan, (6) mencari pengalaman unik, (7) pengetahuan gizi, (8) filosofi, sejarah, tradisi dan sosial, (9) etika dan etiket. 
Ilustrasi diagram Komponen Gastronomi (Sumber: diolah pribadi, 2022)

Gastronomi merupakan seni menyajikan makanan yang terdiri dari beberapa aspek, diantaranya filosofi, sejarah, dan tradisi. Selain itu, wisatawan juga dapat belajar tentang gizi dan pengetahuan mengenai hidangan khas daerah yang dikunjungi. Proses pembuatan makanan, mulai dari bahan mentah hingga menjadi hidangan yang siap disajikan, disebut masak memasak dan bahan baku. Selain itu, wisatawan juga dapat belajar cara menghidangkan makanan serta mencoba masakan khas yang telah dibuat. Selain itu, wisatawan juga dapat mencari pengalaman unik dengan terlibat langsung dalam tradisi dan budaya yang ada di daerah wisata yang dikunjungi. Pada dasarnya, mempelajari gastronomi artinya mempelajari tentang tradisi dan kebudayaan suatu kelompok masyarakat melalui makanan yang disajikannya.

Konsep Salapan Cinyusu

Konsep Salapan Cinyusu (Sembilan mata air) merupakan sebuah konsep nona helix yang lebih lengkap daripada pentahelix ABCGM – Academia (akademisi), Business (dunia usaha), Community (masyarakat), Government (pemerintah) and Media. Konsep ini dibuat sebagai dasar dari kewirausahaan kreatif yang melibatkan berbagai pihak, seperti yang tertera pada gambar berikut ini:

Ilustrasi Komponen Nona-helix menurut Tirgarini (Sumber: diolah pribadi, 2022)

Turgarini (2018) menjelaskan bahwa pengusaha bersama dengan artisan dan karyawan lainnya bekerja sama untuk membangun dasar bisnis pangan lokal atau tradisional. Pemerintah, melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pariwisata, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dan lembaga lain yang terkait, berperan sebagai fasilitator kegiatan tersebut. Akademisi dan praktisi yang ahli diundang untuk memberikan masukan dan pemikiran dalam menciptakan inovasi yang bermanfaat bagi bisnis. 
Pemerhati memberikan kritik, tulisan, atau ulasan yang bersifat membangun untuk keperluan perbaikan terus-menerus produk yang dihasilkan. Konsumen gastronomi yang merupakan pemiliki sumberdaya kapital menjadi mitra pengusaha. Sementara itu, lembaga sosial atau NGO seperti Hijau Lestari, ketahanan Pangan Mandiri, Pemuda Tani Organik Adisa, dan Aku Cinta Masakan Indonesia (ACMI) dapat berfungsi sebagai pengontrol di titik input pertanian, sepanjang proses pengiriman atau pengolahan menjadi makanan jadi, atau di titik akhir di meja makan. Teknologi informasi berfungsi sebagai media promosi atau jembatan antara produsen dan konsumen, atau bahkan sebagai sistem pakar untuk alat perencanaan kebutuhan pendukung bisnis pangan, seperti kemasan.



Daftar Pustaka:

Dewi Turgarini. 2018. Gastronomi Sunda Sebagai Daya Tarik Wisata di Kota Bandung. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.

Brillat-Savarin, J. A. (2009). The Physiology of Taste: Or Meditations on Transcendental Gastronomy. The Heritage Press.




Komentar